Rabu, 20 Oktober 2021

RINGKASAN LAPORAN AKHIR TAHUN KOMNAS PEREMPUAN

Pengumpulan data catatan tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan berdasarkan pemetaan laporan kasus-kasus kekeran terhadap peempuan yang diterima dan ditangai oleh berbagai institusi pemerintah yang tersebar di hapir semua provinsi di Indonesia. Metode yang dilakukan Komnas Perempuan adalah dengan beberapa cara:

1. Berkejasama dengan pemerintah yang telah memiliki mekanisme membangun dan mengolah data dari seluruh Provinsi di Indonesia, yaitu Badan Peradilan Agama.

2. Mengirimkan formulir kuesioner yang perlu diisi oleh lembaga-lembaga yang menangani perempuan korban kekerasan, baik pemerintah maupun organisasi masyarakat sipil. 

3. Mengolah data pengaduan yang langsung datang Komnas Perempuan dari Unit Pengaduna dan Rujukan maupun dari email

4. Menjajikan tambahan data dari mitra berdasarkan kelompok perempuan rentan yaitu kekerasan terhadap komunitas minoritas seksual, disabilitas, perempuan dengan HIV, serta WHRD (Women Human Defender).

Jumlah perempuan korban kekerasan tahun 2019 dalam CATAHU 2020 (jumlah KTP Tahun 2008-2019) menunjukan bahwa dalam kurun waktu 12 tahun, kekerasan terhadap perempuan meningkat sebanyak 792% (hampir 800%) artinya kekerasan terhadap perempuan di Indonesia selama 12 tahun meningkat hampir 8 kali lipat. Dalam situasi ini artinya kondisi perempuan Indonesia jauh mengalami kehidupan yang tidak aman. Bila setiap tahun kecenderungan kekerasan terhadap perempuan konsisten mengalami peningkatan, menunjukan tiadanya perlindungan dan kemanan terhadap perempuan telah terjadi pembiaran.

Setiap tahunnya CATAHU selalu mencatan data pengaduan langsung ke Komnas Perempuan terpisah dengan data yang dikumpulkan dari lembaga layanan untuk menghindari terjadinya doublecounting. Perempuan diantaranya membutuhkan bantuan, dukungan, perlindungan, kasus menemui hambatan dalam artian telah melapor ke institusi terkait namun tidak ada respon atau penanganan lebih lanjut, lembaga layanan yang sulit diakses dan tidak berjalan secara maksimal, dan lainnya. Pengaduan langsung ke Komnas Perempuan di bawah koordinasi Sub Komisi Pemantauan, melalui dua mekanisme pengaduan yaitu:

1. Unit Pengaduan untuk Rujukan (UPR) yang didirikan sejak tahun 2005 untuk menerima pengaduan yang datang langsung maupun melalui telepon.

2. Divisi Pemantauan yang menerima pengaduan lewat surat dan email.

Komnas Perempuan untuk dapat menyelesaikan kasus yang dihadapinya dan semakin tinggi kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus kekerasan yang dialami di lingkungannya. Juga menggambarkan kebutuhan masyarakat untuk didengar dan direspon atas peristiwa pelanggaran dan kejahatan yang dialaminya. Sekaligus menjadi catatan bagi Komnas Perempuan dalam mensosialisasikan mandat Komnas Perempuan dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan sebagai kekerasan berbasis gender. Kasus kekerasan terhadap istri (KTI), teridentifikasi berbagai macam bentuk kekerasan di antaranya yang paling dominan adalah kekerasan psikis berupa perselingkuhan, pengancaman, kekerasan verbal berupa caci maki, kriminalisasi: suami melaporkan istri dengan pasal penelantaran anak dalam UU Perlindungan Anak karena istri bekerja dan menitipkan anak ke pengasuh sementara suami tidak bekerja, suami melaporkan istri dengan pasal memasuki pekarangan rumah bersama, suami melaporkan istri siri melakukan pemerasan karena meminta sejumlah uang dan rumah hingga istri siri saat ini sedang mendekam di Lapas Sukamiskin, Jawa Barat, dan lain sebagainya.

Bentuk kekerasan lainnya yang cukup marak adalah kekerasan seksual menggunakan teknologi media atau cybercrime. Seperti yang terjadi pada seorang istri korban KDRT yang sedang mengajukan gugatan cerai di Pengadilan Agama Bekasi, suami malahan melarang istri bertemu anak dan mengirimkan foto-foto telanjang istri ke
beberapa rekan kerja istri. Untuk meredam tindakan suami, istri terpaksa mencabut gugatan dan kembali lagi ke rumah. Terjadi pula pada seorang istri yang sedang mengajukan permohonan pembatalan pernikahan, setelah mengetahui suaminya telah menikah dengan perempuan lain. Suami membuat akun facebook dan instagram palsu dengan nama dan foto-foto istri. Suami mengancam video seks mereka berdua juga akan disebar di akun-akun ini. Karena ketakutan permohonan pembatalan pernikahan ini pun dicabut.

Kecenderungan Kekerasan Seksual terjadi pada relasi pacaran dengan latar belakang pendidikan paling tinggi SLTA, baik sebagai korban maupun pelaku. Kondisi ini disebabkan kurangnya pemahaman seksualitas dan kesehatan reproduksi di usia seksual aktif sehingga perempuan rentan menjadi korban kekerasan seksual. Oleh karena itu pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (Pendidikan Seksualitas Komprehensif) dalam kebijakan pendidikan di indonesia sangat dibutuhkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar